JAKARTA, KOMPAS.com — Tawuran antar-pelajar yang terjadi di tugu Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (24/9/2012), dan menewaskan seorang siswa dari SMAN 6 memiliki kesan direncanakan. Berdasarkan penelusuran Kompas.com, beberapa saksi mata yang menyaksikan kejadian secara langsung diketahui ada beberapa senjata tajam yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian.
RH, seorang penjual makanan kecil yang sehari-hari mangkal di sekitar tugu Bulungan, mengatakan, tawuran antar-kedua kelompok pelajar berjalan sekitar beberapa menit. Dalam rentan waktu itu, kedua kelompok sempat saling balas serangan. Akan tetapi, akhirnya kelompok pelajar dari SMAN 6 dipukul mundur oleh kelompok pelajar SMAN 70 yang menjadi lawannya.
"Anak-anak SMAN 6 mundur ke arah Blok M Plaza. Abis kejadian ada intel yang nemuin parang. Saya lari menyelamatkan gerobak," kata RH, Selasa (25/9/2012).
Sambil menunjukkan berita di sebuah surat kabar lokal, RH mengaku mengenali siswa yang menjadi korban pada tawuran siang itu. Berkali-kali ia mengatakan dirinya familiar dengan Alawy Yusianto Putra (15) karena sering kali berkumpul bersama teman-temannya di sebuah minimarket di kawasan itu.
"Saya ngeh sama anak ini, anaknya kecil, masih kelas I. Dia suka ngumpul bareng teman-temannya di situ (7eleven)," katanya sambil menunjuk foto Alawy yang terpampang di headline sebuah surat kabar.
Sementara AL, seorang juru parkir yang juga menyaksikan kejadian kemarin, mengatakan, tawuran antar-pelajar di wilayah ini sering terjadi. Meski demikian, kejadian kemarin, menurutnya, adalah yang paling mengerikan.
Dua kelompok pelajar yang jumlahnya hampir sama banyak tampak bentrok selama beberapa menit. Dia memperkirakan serangan sudah direncanakan sebelumnya.
"Saya sih enggak begitu paham, tapi kayaknya sudah direncanakan. Masa ada siswa bawa celurit. Tiba-tiba bentrok, dan ada ceceran darah di jalanan," ujarnya.
Berita terkait peristiwa ini dapat diikuti dalam topik "Tawuran SMA 70 dan SMA 6"
RH, seorang penjual makanan kecil yang sehari-hari mangkal di sekitar tugu Bulungan, mengatakan, tawuran antar-kedua kelompok pelajar berjalan sekitar beberapa menit. Dalam rentan waktu itu, kedua kelompok sempat saling balas serangan. Akan tetapi, akhirnya kelompok pelajar dari SMAN 6 dipukul mundur oleh kelompok pelajar SMAN 70 yang menjadi lawannya.
"Anak-anak SMAN 6 mundur ke arah Blok M Plaza. Abis kejadian ada intel yang nemuin parang. Saya lari menyelamatkan gerobak," kata RH, Selasa (25/9/2012).
Sambil menunjukkan berita di sebuah surat kabar lokal, RH mengaku mengenali siswa yang menjadi korban pada tawuran siang itu. Berkali-kali ia mengatakan dirinya familiar dengan Alawy Yusianto Putra (15) karena sering kali berkumpul bersama teman-temannya di sebuah minimarket di kawasan itu.
"Saya ngeh sama anak ini, anaknya kecil, masih kelas I. Dia suka ngumpul bareng teman-temannya di situ (7eleven)," katanya sambil menunjuk foto Alawy yang terpampang di headline sebuah surat kabar.
Sementara AL, seorang juru parkir yang juga menyaksikan kejadian kemarin, mengatakan, tawuran antar-pelajar di wilayah ini sering terjadi. Meski demikian, kejadian kemarin, menurutnya, adalah yang paling mengerikan.
Dua kelompok pelajar yang jumlahnya hampir sama banyak tampak bentrok selama beberapa menit. Dia memperkirakan serangan sudah direncanakan sebelumnya.
"Saya sih enggak begitu paham, tapi kayaknya sudah direncanakan. Masa ada siswa bawa celurit. Tiba-tiba bentrok, dan ada ceceran darah di jalanan," ujarnya.
Berita terkait peristiwa ini dapat diikuti dalam topik "Tawuran SMA 70 dan SMA 6"
(berita lebih lanjut : http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/26/16070156/Saksi.Tawuran.di.Bulungan.Terkesan.Direncanakan)
Seven Boot Bois kontra Supersix
Yap, serupa tapi tak sama. Perseteruan antara 2 SMA Negeri di Kota Bogor yaitu antara SMAN 7 dan SMAN 6 sudah tidak usah dipertanyakan lagi. Mulai dari dinding ruko di pinggir jalan hingga tembok - tembok rumah warga menjadi salah satu sarana bagi mereka untuk melakukan tindakan fandalisme seperti pada gambar foto diatas. Foto diatas saya ambil di daerah pertokoan Indraprasta, Bogor. Perseteruan ini mungkin bisa di sejajarkan dengan perseteruan antara SMAN 70 dan SMAN 6 di Jakarta. Memang serupa tapi tak sama, entah apa yang melandasi perseteruan mereka ini. Dari beberapa orang siswa yang sebelumnya sempat saya wawancara, banyak yang menyatakan bahwa perseteruan ini terjadi akibat hal - hal sepele hingga hal yang rumit, seperti "berebutan pacar", Harga diri sekolah yang salin diinjak - injak satu sama lain, hingga dendam yang berkepanjangan dan berlum sempat tertuntaskan hingga kini. Entah siapa yang benar dan siapa yang salah, mereka saling mengklaim bahwa sekolah merekalah yang terkuat. Berawal dari saling ejek hingga bahkan bentrok antar pelajar sempat terjadi. Entah sampai kapan pula perseteruan ini akan terus berlangsung, sebenarnya kita sebagai kamu pelajar seharusnya menghindari terjadinya hal - hal seperti ini. banyak hal lain yang sebenarnya masih bisa lebih berguna dan bermanfaat untuk dilakukan bersama dibanding untuk mengadu ego dan otot seperti ini.. (by: Indra B. Isman)
Perseteruan SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta
Aksi tawuran antara SMA 70 dan SMA 6 di kawasan Blok M, Jakarta selatan terbilang sering, dan aksi tersebut telah mendarah daging sejak puluhan tahun lalu.
Simak penuturan salah satu alumni SMA 70, Muhammad Ikhsan, saat berbincang dengan Okezone, Selasa (25/9/2012).
Apa penyebab terjadinya tawuran antara SMA 6 dan SMA 70?
Penyebab utamanya ya itu, eksistensi, yang lama-lama jadi tradisi, dan jadi kewajiban tak tertulis harus diteruskan ke generasi selanjutnya. Dari zaman 80-an, yang pasti eksistensi antar kedua sekolah. Hanya itu aja, kalau soal saling ejek, siapa yang serang dulu, itu kan hanya pemicu saat itu.
Apakah ada usaha perdamaian?
“Sudah sering, bahkan sempet kok alumni SMA 6 dan SMA 70 gerak jalan bareng, cuma alumni yang masih muda-muda agak repot, masih ngelanjutin dendamnya ke bawah.
Kabarnya ospek di SMA 70 ada tradisi tawuran agar konflik tetap terjaga?
Saat masih bersekolah, ada ospek resmi dan tidak resmi.
Lantas, bagaimana solusinya menurut anda?
Harus ada kemauan yang kuat baik dari siswanya, alumninya, maupun pendidiknya untuk menghentikan ini. Peran kedua sekolah juga harus ada, baru bisa ada harapan tawuran ini bisa dihilangkan. Kasian siswa SMA 6 dan SMA 70 kalau ini tidak selesai.
http://jakarta.okezone.com/read/2012/09/25/500/694966/konflik-sma-70-sma-6-diwariskan-sejak-tahun-80-an
Alm. Alawy Yusianto Putra
Alawy Yusianto Putra (15), siswa Kelas X SMAN 6 Jakarta masih sempat mengirim pesan singkat kepada ibunya sebelum ia menjadi korban tewas dalam penyerangan atas pelajar SMAN 6 di Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (24/9/2012).
Dalam pesan singkat tersebut, ia meminta izin kepada ibunya, Endang Puji Astuti, untuk mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. "Alawy sempat SMS ke ibunya bahwa akan ikuti ekskul latihan band di sekolahnya. Sayangnya dia sekarang sudah tak ada," ungkap Tauri Yusianto (49), ayah Alawy, saat ditemui di RS Muhammadiyah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (24/9/2012).
Alawy tercatat sebagai salah satu personil band sekolahnya. Saat kejadian, ia bersama beberapa rekannya, termasuk Zurah (15) yang juga personil band yang sama sedang menikmati makanan di Gultik Bulungan. Lokasi tersebut hanya berjarak seratusan meter dari Kompleks SMAN 70.
Saat itulah tiba-tiba muncul puluhan pelajar berseragam dan atribut SMAN 70 yang membawa senjata tajam menyerang ke arah kelompok kecil siswa SMAN 6. Serangan tiba-tiba itu membuat Alawy cs tidak bisa membela diri kecuali dengan cara berlari menyelamatkan diri.
Sayang, Alawy tak bisa meloloskan diri. Ia dibacok dari arah belakang dengan senjata tajam yang diduga jenis celurit/arit hingga menyebabkan dadanya sobek. "Kata gurunya, anak saya ditusuk waktu mau makan bersama teman-temannya. Mereka (pelajar SMAN 70) langsung menyerang dan menusuk anak saya dengan celurit," keluh Tauri.
Ayah dua anak itu menuturkan, saat kejadian ia tengah bekerja di kantornya. Tiba-tiba ada telepon dari pihak sekolah yang meminta Tauri segera berangkat ke RS Muhammadiyah karena anaknya mengalami kecelakaan. "Saya disuruh ke Rumah Sakit Muhammadiyah. Tapi waktu saya sampai di sini, Alawy sudah meninggal dunia," kata Tauri dengan pandangan kosong.
Warga Perumahan Ciledug Indah II itu kemudian ikut mengantar jasad putranya ke RS Fatmawati, Cilandak, Jaksel, untuk menjalani visum. Saat itu, ia mengaku belum mengetahui reaksi isterinya bila menerima kedatangan putranya kembali ke kediaman mereka dalam keadaan tak bernyawa. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/25/0211124/Sebelum.Tewas.Alawy.Sempat.SMS.Ibunya



No comments:
Post a Comment