Solidaritas atau senioritas? iyap, inilah pertanyaan yang seharusnya menjadi salah satu alasan mengapa tawuran pelajar bisa terjadi. Banyak orang yang breanggapan bahwa tawuran itu sebagai ajang berkelahi dengan "berpatungan" nyawa. Solidaritas. Iya, mungkin karena rasa pertemanan yang sangat kuat dan jiwa sosial yang "besar" dalam arti melenceng, para siswa jaman sekarang mulai berani untuk beradu otot untuk membalaskan dendam yang berakar sejak puluhan tahun lamanya yang hingga sekarang belum terselesaikan karena cara penyelesaian yang salah.
Banyak mereka yang beranggapan bahwa sekolah mereka lah yang sebenarnya tertindas karena adanya akar masalah yang sebelumnya tidak pernah terselesaikan itu, hampir tidak ada yang mengakui atau saling mengalah dan melupakan semua akar masalah yang sudah lama itu dengan ikhlas. Setiap tahunnya para senior disekolah masing - masing selalu memberikan doktrin - doktrin khusus kepada juniornya yang masih berusia belia untuk masuk kedalam dunia yang tidak benar ini, seperti untuk menambah pasukan atau apapun namanya, cara yang diberikan oleh para senior ini selalu saja berhasil. Mereka selalu berhasil mendoktrin para juniornya untuk terjun kedunia perang antar pelajar yang dapat menimbulkan kerugian yang sangat fatal untuk generasi - generasi seterusnya.
Entah telah jadi tradisi atau apa, sifat solidaritas yang berlandaskan senioritas ini sebenarnya terus berjalan hingga kini dan tidak tahu akan kapan habisnya. Mau dibawa kemana Generasi muda calon penerus bangsa saat ini, siapakah yang harus disalahkan? Dan siapa pula yang harus diberi pembenaran serta penjelasan? Inilah realita kehidupan pelajar di Indonesia yang telah "nyasar" dari jalannya.. (by: Indra B. Isman)
Belakangan ini tawuran semaikn marak di kalangan pelajar. Ini akan terus berlanjut jika kita tidak mengetahui penyebab terjadinya tawuran tersebut. Ada yang udah tau belum sih tentang faktor - faktor apa saja yang dapat menyebabkan Tawuran antar pelajar? Ini dia nih, contoh kasus dalam Penyebab Terjadinya Tawuran Antar Pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, yaitu:
- Tawuran antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan, yang di tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan.
- Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
- Jiwa premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.
- Kurangnya sifat religious yang diberikan.
- Terlalu banyak kekangan yang membuat pelajar resah, dan melampiaskannya di jalanan.
- Tidak memiliki nilai Etika yang baik.
(By : Indra B. Isman)
Kurangnya Etika dan Penekanan nilai - nilai Spiritual pada siswa maupun siswi disekolah lah yang menyebabkan terjadinya kemarakkan tawuran di Indonesia saat ini. Pada saat ini sekolah hingga orang tua hanya lebih memprioritaskan nilai materi kepada siswa dan siswinya, seperti prestasi akademik yang di gembleng secara habis habisan, hingga orang tua yang lebih menekankan anaknya untuk lebih banya membaca buku akademik dan mengikuti kursus mapel khusus untuk mendongkrak nilai rapot anaknya.
Saat ini kebanyakan orang tua lebih malu ketika anaknya mandapatkan rangking yang anjlok dibanding dengan lalainya anak untuk beribadah.
Inilah kesalahan terbesar yang menyebabkan remaja saat ini sering kali terlibat tawuran dan aksi-aksi anarkis lainnya, untuk menanggulanginya ialah tidak ada salahnya orang tua untuk lebih memperhatikan nilai spiritual anaknya dibanding dengan nilai materi untuk mapel mapel tertentu, untuk perbandingan 50% : 50%.
Hal ini memungkinkan anak untuk lebih melakukan pola fikirnya terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan dan lebih mengutamakan akibat dari pada hasilnya. (By : Indra B. Isman)
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara
pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU tapi juga sudah melanda
sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal
yang wajar pada remaja.
Tawuran ini pun dapat menimbulkan dampak tertentu. Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak
ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama,
pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas
mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan
tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas
lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah
yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya
penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup
orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang
paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih
untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir
ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan
hidup bermasyarakat di Indonesia.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja. Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2
jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi
situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul
akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan
pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu
berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan,
norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. (baca selanjutnya : http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/258-tawuran-pelajar-memprihatinkan-dunia-pendidikan.html )